Setiap tahunnya, sebanyak 3.000 jaringan mata dikirimkan ke 57 negara di seluruh dunia
Ilustrasi mata
Premathilake, 32, mendapatkan hadiah yang tidak ternilai harganya. Dia baru saja menjalani transplantasi mata di sebuah rumah sakit di Kolombo, Sri Lanka. Donornya adalah seorang yang baru saja meninggal lima jam sebelumnya.
Dengan mata kirinya yang baru, Premathilake tidak perlu lagi bergantung pada orangtuanya. Setelah matanya tersiram cairan asam di tempatnya bekerja, penglihatan Premathilake memudar. Beruntung, sebuah tradisi mulia di negara tersebut membuatnya dapat kembali melihat dunia, walaupun agak buram.
Sri Lanka tidak pernah kekurangan donor mata, pasalnya, banyak orang di negara tersebut bersedia mendonorkan mata mereka jika mereka mati nanti. Bahkan, mereka yang masih hidup juga ingin mendonorkan matanya dengan cuma-cuma.
"Mereka sering bertanya, 'Dapatkah kami menyumbangkan mata ketika kami masih hidup? Karena kami punya dua mata, bisa kami sumbang salah satunya?' Mereka bersedia mendonorkannya karena mereka ingin membantu sesama, mereka tidak mendapat apa-apa," kata Dr Sisira Liyanage, direktur Rumah Sakit Mata Nasional Sri Lanka, dilansir dari CBS News, Minggu 22 Januari 2012.
Aksi mulia rakyat Sri Lanka ini menjadi semacam simbol tidak tertulis tentang martabat dan budaya negara. Bantuan ini diberikan oleh seluruh lapisan rakyat Sri Lanka, baik yang kaya maupun yang miskin.
Rakyat Sri Lanka yang 67 persennya menganut agama Buddha yakin tindakan mereka ini akan memberikan penghidupan yang lebih baik di kehidupan mereka selanjutnya setelah reinkarnasi.
Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Dr Hudson Silva, tahun 50-an lalu di Sri Lanka. Kala itu, Hudson merasa frustasi akibat kekurangan kornea untuk didonorkan. Saat itu, mata hanya diperoleh dari tahanan yang dihukum gantung.
Akhirnya, Silva bersumpah akan menyumbangkan korneanya sendiri saat dia mati. Di sebuah koran, dia menuliskan artikel yang berjudul "Kehidupan untuk Mata yang Mati." Respon pembaca luar biasa, dia kebanjiran kornea mata setelah itu.
Dengan fasilitas seadanya, dia bersama dengan istrinya mulai mengambil kornea mata pendonor dan menyimpannya di kulkas rumahan. Lalu dia mendirikan Komunitas Donasi Mata yang pada 1964 untuk pertama kalinya mengirimkan kornea ke luar negeri menggunakan termos es sederhana. Sejak saat itu, sudah 60.000 kornea diterbangkan keluar Sri Lanka.
Saat ini, Rumah Sakit Mata Nasional Sri Lanka mencatat, sedikitnya 900.000 orang telah menandatangani perjanjian mendonorkan mata mereka setelah mati ke bank mata di rumah sakit ini. Setiap tahunnya, sebanyak 3.000 jaringan mata dikirimkan ke 57 negara di seluruh dunia dari rumah sakit ini.
Dengan mata kirinya yang baru, Premathilake tidak perlu lagi bergantung pada orangtuanya. Setelah matanya tersiram cairan asam di tempatnya bekerja, penglihatan Premathilake memudar. Beruntung, sebuah tradisi mulia di negara tersebut membuatnya dapat kembali melihat dunia, walaupun agak buram.
Sri Lanka tidak pernah kekurangan donor mata, pasalnya, banyak orang di negara tersebut bersedia mendonorkan mata mereka jika mereka mati nanti. Bahkan, mereka yang masih hidup juga ingin mendonorkan matanya dengan cuma-cuma.
"Mereka sering bertanya, 'Dapatkah kami menyumbangkan mata ketika kami masih hidup? Karena kami punya dua mata, bisa kami sumbang salah satunya?' Mereka bersedia mendonorkannya karena mereka ingin membantu sesama, mereka tidak mendapat apa-apa," kata Dr Sisira Liyanage, direktur Rumah Sakit Mata Nasional Sri Lanka, dilansir dari CBS News, Minggu 22 Januari 2012.
Aksi mulia rakyat Sri Lanka ini menjadi semacam simbol tidak tertulis tentang martabat dan budaya negara. Bantuan ini diberikan oleh seluruh lapisan rakyat Sri Lanka, baik yang kaya maupun yang miskin.
Rakyat Sri Lanka yang 67 persennya menganut agama Buddha yakin tindakan mereka ini akan memberikan penghidupan yang lebih baik di kehidupan mereka selanjutnya setelah reinkarnasi.
Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Dr Hudson Silva, tahun 50-an lalu di Sri Lanka. Kala itu, Hudson merasa frustasi akibat kekurangan kornea untuk didonorkan. Saat itu, mata hanya diperoleh dari tahanan yang dihukum gantung.
Akhirnya, Silva bersumpah akan menyumbangkan korneanya sendiri saat dia mati. Di sebuah koran, dia menuliskan artikel yang berjudul "Kehidupan untuk Mata yang Mati." Respon pembaca luar biasa, dia kebanjiran kornea mata setelah itu.
Dengan fasilitas seadanya, dia bersama dengan istrinya mulai mengambil kornea mata pendonor dan menyimpannya di kulkas rumahan. Lalu dia mendirikan Komunitas Donasi Mata yang pada 1964 untuk pertama kalinya mengirimkan kornea ke luar negeri menggunakan termos es sederhana. Sejak saat itu, sudah 60.000 kornea diterbangkan keluar Sri Lanka.
Saat ini, Rumah Sakit Mata Nasional Sri Lanka mencatat, sedikitnya 900.000 orang telah menandatangani perjanjian mendonorkan mata mereka setelah mati ke bank mata di rumah sakit ini. Setiap tahunnya, sebanyak 3.000 jaringan mata dikirimkan ke 57 negara di seluruh dunia dari rumah sakit ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar