Cheongsam populer sebagai pakaian tradisional China
Cheongsam Rancangan Biyan
Perayaan tahun baru China atau Imlek kental dengan sentuhan khas oriental. Mulai dari dekorasi bernuansa merah, hingga balutan busana cheongsam.
Cheongsam populer sebagai pakaian tradisional China. Mudah dikenali dengan potongannya yang khas di bagian kerah.
Cheongsam populer sebagai pakaian tradisional China. Mudah dikenali dengan potongannya yang khas di bagian kerah.
Cheongsam Rancangan Sebastian Gunawan
Banyak yang menyebutnya dengan kerah Shanghai, pakaian ini menampilkan bentuk kerah berdiri berlengkung leher tertutup. Model kancingnya juga khas dengan posisi sedikit miring di sisi kanan. Sementara potongan badannya lurus panjang dengan belahan di sisi kanan dan kiri.
"Mulanya adalah pakaian dari Dinasi Han yang disebut qibao, semacam tunik panjang yang berfungsi untuk menutupi tubuh wanita," kata Franca Sozzani, editor fashion Vogue Italia.
Bentuk pakaian ini semakin populer ketika dikenakan para wanita Manchu pada Dinasi Qin. Sebutannya mulai berubah menjadi qipao. Meski revolusi telah menggulingkan kekuasaan bangsa Manchu, kebiasaan masyarakatnya mengenakan qipao tetap berlangsung.
Pada 1920-an, qipao terus bertransformasi mengikuti perkembangan zaman. Pelaku industri fashion di Shanghai, yang merupakan pusat mode di China, memulai gebrakan dengan menambah aksen bordir dan modifikasi kancing. Perlahan nama qipao pun beralih menjadi cheongsam.
Modifikasi terus berlanjut. Setelah membuat variasi bentuk lengan sesuai musim, sekitar tahun 1940-an potongan tubuh cheongsam mulai mengalami rekontruksi mengikuti kontur payudara dan pinggul.
Sejak itu popularitas cheongsam tak terbendung. Sejumlah desainer kelas dunia pun tak ragu mengadaptasi garis rancang cheongsam dalam sejumlah koleksinya. Semua ini tak lepas dari peran sejumlah bintang asal China, seperti Gong Li, yang kerap mengenakan cheongsam dalam sejumlah film Hollywood.
Di Indonesia, cheongsam juga meramaikan bisnis fashion setiap menjelang perayaan Imlek. Tak hanya produk retail, tapi juga sejumlah perancang kenamaan seperti Sebastian Gunawan yang meluncurkan sejumlah koleksi cheongsam dengan sentuhan modern.
Tanpa menerjang pakem tradisional, inovasi cheongsam tampaknya terus dilakukan demi mempertahankan pasar modern. "Kreatifitas dalam modifikasi busana tradisional itu sebenarnya tidak terbatas, tapi jangan sampai kita menghilangkan nilai-nilai tradisinya. Kalau semuanya dimodifikasi, justru generasi selanjutnya akan bingung mana nih tradisinya," kata Dina Midiani, desainer sekaligus direktur Indonesia Fashion Week 2012.
"Mulanya adalah pakaian dari Dinasi Han yang disebut qibao, semacam tunik panjang yang berfungsi untuk menutupi tubuh wanita," kata Franca Sozzani, editor fashion Vogue Italia.
Bentuk pakaian ini semakin populer ketika dikenakan para wanita Manchu pada Dinasi Qin. Sebutannya mulai berubah menjadi qipao. Meski revolusi telah menggulingkan kekuasaan bangsa Manchu, kebiasaan masyarakatnya mengenakan qipao tetap berlangsung.
Pada 1920-an, qipao terus bertransformasi mengikuti perkembangan zaman. Pelaku industri fashion di Shanghai, yang merupakan pusat mode di China, memulai gebrakan dengan menambah aksen bordir dan modifikasi kancing. Perlahan nama qipao pun beralih menjadi cheongsam.
Modifikasi terus berlanjut. Setelah membuat variasi bentuk lengan sesuai musim, sekitar tahun 1940-an potongan tubuh cheongsam mulai mengalami rekontruksi mengikuti kontur payudara dan pinggul.
Sejak itu popularitas cheongsam tak terbendung. Sejumlah desainer kelas dunia pun tak ragu mengadaptasi garis rancang cheongsam dalam sejumlah koleksinya. Semua ini tak lepas dari peran sejumlah bintang asal China, seperti Gong Li, yang kerap mengenakan cheongsam dalam sejumlah film Hollywood.
Di Indonesia, cheongsam juga meramaikan bisnis fashion setiap menjelang perayaan Imlek. Tak hanya produk retail, tapi juga sejumlah perancang kenamaan seperti Sebastian Gunawan yang meluncurkan sejumlah koleksi cheongsam dengan sentuhan modern.
Tanpa menerjang pakem tradisional, inovasi cheongsam tampaknya terus dilakukan demi mempertahankan pasar modern. "Kreatifitas dalam modifikasi busana tradisional itu sebenarnya tidak terbatas, tapi jangan sampai kita menghilangkan nilai-nilai tradisinya. Kalau semuanya dimodifikasi, justru generasi selanjutnya akan bingung mana nih tradisinya," kata Dina Midiani, desainer sekaligus direktur Indonesia Fashion Week 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar