Pertama kali dilaporkan keberadaannya oleh peneliti kepurbakalaan zaman Belanda
Situs megalitikum Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat
Tim Bencana Katastropik Purba yang diinisiasi Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial Dan Bencana Alam Andi Arief telah mulai meneliti situs Gunung Padang yang berada di perbatasan Dusun Gunung Padang dan Panggulan, Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Temuan awal, Tim menemukan anomali geologis.
Hal itu disampaikan Anwar Syadat, Asisten Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial Dan Bencana Alam di Jakarta, Kamis 22 Desember 2011. “Ingin juga kami disampaikan, penelitian patahan Cimandiri yang merupakan patahan aktif yang terdapat di daerah Sukabumi Selatan yang memanjang dari Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Cianjur sampai Padalarang, adalah riset awal kami tentang kebutuhan mitigasi bencana, dan upaya mencari sumber bencana purba yang pernah terjadi,” ujar Anwar Syadat.
Beberapa kejadian gempabumi yang tercatat dalam kurun waktu relatif terkini terkait dengan aktivitas Patahan Cimandiri adalah Gempa Pelabuhan Ratu tahun 1900, Gempa Padalarang tahun 1910, Gempa Conggeang tahun 1948, Gempa Tanjungsari tahun 1972, Gempa Cibadak tahun 1973, Gempa Gondasoli tahun 1982 dan Gempa Sukabumi tahun 2001.
Tim Katastropik Purba telah melaksanakan survei awal di Gunung Padang untuk mengetahui penyebab robohnya situs megalitikum diklaim terbesar di Asia Tenggara itu. Dalam penelitian awal tersebut telah ditemukan anomali struktur geologis dari Gunung Padang.
Untuk lebih mendalami temuan-temuan pendahuluan yang telah ada, Lanjut Anwar, akan dilakukan survei lanjutan di situs tersebut dengan melibatkan ahli geologi dan sedimentasi tanah.
“Kami menargetkan melalui survei ini akan dapat ditentukan umur dari situs megalitikum Gunung Padang berdasarkan penelitian jenis batuan pembentuknya serta sedimentasi tanah yang ada,” katanya.
Menurut Anwar, akan segera diketahui juga jenis dan sumber batuan pembentuk situs megalitikum, serta citra dari anomali geologis struktur bawah permukaan tanah di situs megalitikum Gunung Padang. “Saat ini, kami sedang mengumpulkan data dengan cara melakukan pertemuan para ahli untuk memberi gambaran tentang penelitian-penelitian dan eskavasi yang telah dilakukan di Gunung Padang sebelumnya, berikutnya survei geolistrik, coring (pengeboran manual) di beberapa titik di situs Gunung Padang dengan kedalaman hingga 300 centimeter,” kata Anwar.
Survei geolistrik dilakukan dengan beberapa lintasan, baik itu penampang arah utara – selatan maupun penampang melintang arah timur – barat. Juga dilakukan survei penampang 3 dimensi pada puncak Gunung Padang untuk mendapatkan gambaran yang lebih utuh tentang struktur di bawah situs Gunung Padang.
“Sedang pengeboran manual dilakukan di beberapa titik di puncak Gunung Padang pada kedalaman 1 sampai 3 meter dari permukaan tanah. Coring dilakukan pada permukaan tanah di sekitar tunjaman batuan-batuan megalitikum. Nantinya sedimentasi hasil coring kemudian dibawa ke laboratorium untuk penelitian lebih lanjut, serta proses carbon dating (penanggalan karbon),” katanya.
Anggaran Miliaran
Banyak pihak telah memberikan perhatian penuh pada situs ini. Tahun 2011 ini, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mengalokasikan dana sekitar Rp1 sampai Rp2 miliar untuk merawat situs yang dikeramatkan warga sekitarnya ini.
Dalam banyak literatur disebutkan Situs Gunung Padang pertama kali dilaporkan keberadaannya oleh peneliti kepurbakalaan zaman Belanda, N.J. Krom. Laporan pertama tentang Gunung Padang muncul dalam laporan tahunan Dinas Purbakala Hindia Belanda tahun 1914 (Rapporten van den Oudheidkundigen Dienst in Nederlandsch-Indie).
Situs ini kemudian dilaporkan kembali keberadaannya pada tahun 1979 oleh penduduk setempat kepada pemilik kebudayaan dari pemerintah daerah. Situs prasejarah peninggalan kebudayaan megalitikum di Jawa Barat ini memiliki luas kompleks "bangunan" kurang lebih 900 meter persegi, pada ketinggian 885 meter di atas permukaan laut dan dengan luas areal situs ini yang mencapai 3 hektare, menjadikannya sebagai kompleks punden berundak terbesar di Asia Tenggara.
Hal itu disampaikan Anwar Syadat, Asisten Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial Dan Bencana Alam di Jakarta, Kamis 22 Desember 2011. “Ingin juga kami disampaikan, penelitian patahan Cimandiri yang merupakan patahan aktif yang terdapat di daerah Sukabumi Selatan yang memanjang dari Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Cianjur sampai Padalarang, adalah riset awal kami tentang kebutuhan mitigasi bencana, dan upaya mencari sumber bencana purba yang pernah terjadi,” ujar Anwar Syadat.
Beberapa kejadian gempabumi yang tercatat dalam kurun waktu relatif terkini terkait dengan aktivitas Patahan Cimandiri adalah Gempa Pelabuhan Ratu tahun 1900, Gempa Padalarang tahun 1910, Gempa Conggeang tahun 1948, Gempa Tanjungsari tahun 1972, Gempa Cibadak tahun 1973, Gempa Gondasoli tahun 1982 dan Gempa Sukabumi tahun 2001.
Tim Katastropik Purba telah melaksanakan survei awal di Gunung Padang untuk mengetahui penyebab robohnya situs megalitikum diklaim terbesar di Asia Tenggara itu. Dalam penelitian awal tersebut telah ditemukan anomali struktur geologis dari Gunung Padang.
Untuk lebih mendalami temuan-temuan pendahuluan yang telah ada, Lanjut Anwar, akan dilakukan survei lanjutan di situs tersebut dengan melibatkan ahli geologi dan sedimentasi tanah.
“Kami menargetkan melalui survei ini akan dapat ditentukan umur dari situs megalitikum Gunung Padang berdasarkan penelitian jenis batuan pembentuknya serta sedimentasi tanah yang ada,” katanya.
Menurut Anwar, akan segera diketahui juga jenis dan sumber batuan pembentuk situs megalitikum, serta citra dari anomali geologis struktur bawah permukaan tanah di situs megalitikum Gunung Padang. “Saat ini, kami sedang mengumpulkan data dengan cara melakukan pertemuan para ahli untuk memberi gambaran tentang penelitian-penelitian dan eskavasi yang telah dilakukan di Gunung Padang sebelumnya, berikutnya survei geolistrik, coring (pengeboran manual) di beberapa titik di situs Gunung Padang dengan kedalaman hingga 300 centimeter,” kata Anwar.
Survei geolistrik dilakukan dengan beberapa lintasan, baik itu penampang arah utara – selatan maupun penampang melintang arah timur – barat. Juga dilakukan survei penampang 3 dimensi pada puncak Gunung Padang untuk mendapatkan gambaran yang lebih utuh tentang struktur di bawah situs Gunung Padang.
“Sedang pengeboran manual dilakukan di beberapa titik di puncak Gunung Padang pada kedalaman 1 sampai 3 meter dari permukaan tanah. Coring dilakukan pada permukaan tanah di sekitar tunjaman batuan-batuan megalitikum. Nantinya sedimentasi hasil coring kemudian dibawa ke laboratorium untuk penelitian lebih lanjut, serta proses carbon dating (penanggalan karbon),” katanya.
Anggaran Miliaran
Banyak pihak telah memberikan perhatian penuh pada situs ini. Tahun 2011 ini, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mengalokasikan dana sekitar Rp1 sampai Rp2 miliar untuk merawat situs yang dikeramatkan warga sekitarnya ini.
Dalam banyak literatur disebutkan Situs Gunung Padang pertama kali dilaporkan keberadaannya oleh peneliti kepurbakalaan zaman Belanda, N.J. Krom. Laporan pertama tentang Gunung Padang muncul dalam laporan tahunan Dinas Purbakala Hindia Belanda tahun 1914 (Rapporten van den Oudheidkundigen Dienst in Nederlandsch-Indie).
Situs ini kemudian dilaporkan kembali keberadaannya pada tahun 1979 oleh penduduk setempat kepada pemilik kebudayaan dari pemerintah daerah. Situs prasejarah peninggalan kebudayaan megalitikum di Jawa Barat ini memiliki luas kompleks "bangunan" kurang lebih 900 meter persegi, pada ketinggian 885 meter di atas permukaan laut dan dengan luas areal situs ini yang mencapai 3 hektare, menjadikannya sebagai kompleks punden berundak terbesar di Asia Tenggara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar