Negara-negara berkembang dan AS diharapkan menjadi tumpuan kestabilan ekonomi global.
Kantor Pusat Bank Sentral Eropa
Eropa masih menjadi permasalahan dalam perekonomian global pada 2012 mendatang. Ke depan, negara-negara berkembang dan Amerika Serikat diharapkan menjadi tumpuan kestabilan sektor perekonomian.
Hal ini terungkap dari jajak pendapat Reutersdalam beberapa bulan terakhir yang dipublikasikan Minggu 25 Desember 2011.
Banyaknya negara-negara maju yang jatuh ke jurang resesi, pasar saham yang bermain aman hanya untuk menutupi kerugian mereka di 2011, harga minyak terjun bebas, serta ketidakyakinan para investor disinyalir akan terjadi di 2012.
"Alur cerita untuk 2012 adalah bahwa Eropa menyeret jatuh dunia pada awal semester, dan Cina membangkitkan kembali pada semester kedua," ujar Kepala Ekonom Standard Chartered, Gerard Lyons, Minggu 25 Desember 2011.
Namun, lanjutnya, masih ada harapan dari kejadian ini yakni membaiknya perekonomian Amerika dalam triwulan akhir tahun ini. Dan juga beberapa pengamat memperkirakan pertumbuhan Amerika pada 2012 bisa 2,2 persen.
"Ini lebih baik dibandingkan perkiraan ekonomi Eropa yang nol persen," tuturnya.
Terkait investasi, survei Reuters menunjukan bahwa para investor pada 2012 akan lebih memilih Inggris dan negara-negara di Asia sebagai tujuan dibanding Eropa. Pasalnya, indeks saham Asia akan menggungguli Eropa pada tahun mendatang.
Sedangkan dengan Eropa yang memasuki masa resesi, akan menyebabkan harga minyak merosot. Minyak mentah Brent rata-rata berada US$105 per barel tahun depan, tidak jauh berbeda dari rekor tertinggi tahun ini yang mendekati US$111.
"Namun demikian, kondisi geopolitik turut menjadi penyebab masalah harga minyak ini," kata konsultan JBC Energy, David Wech.
Ekonom HSBC Singapura, Leif Eskesen, memperkirakan China pada tahun mendatang justru tidak akan aktif dalam menggenjot perekonomiannya, kecuali pertumbuhan jatuh tajam hingga di bawah delapan persen. Pun, pada India yang akan mengendurkan kebijakan moneternya pada pertengahan 2012 nanti.
"Ke depan, perekonomian menghadapi efek pengetatan moneter," katanya. (eh)
Hal ini terungkap dari jajak pendapat Reutersdalam beberapa bulan terakhir yang dipublikasikan Minggu 25 Desember 2011.
Banyaknya negara-negara maju yang jatuh ke jurang resesi, pasar saham yang bermain aman hanya untuk menutupi kerugian mereka di 2011, harga minyak terjun bebas, serta ketidakyakinan para investor disinyalir akan terjadi di 2012.
"Alur cerita untuk 2012 adalah bahwa Eropa menyeret jatuh dunia pada awal semester, dan Cina membangkitkan kembali pada semester kedua," ujar Kepala Ekonom Standard Chartered, Gerard Lyons, Minggu 25 Desember 2011.
Namun, lanjutnya, masih ada harapan dari kejadian ini yakni membaiknya perekonomian Amerika dalam triwulan akhir tahun ini. Dan juga beberapa pengamat memperkirakan pertumbuhan Amerika pada 2012 bisa 2,2 persen.
"Ini lebih baik dibandingkan perkiraan ekonomi Eropa yang nol persen," tuturnya.
Terkait investasi, survei Reuters menunjukan bahwa para investor pada 2012 akan lebih memilih Inggris dan negara-negara di Asia sebagai tujuan dibanding Eropa. Pasalnya, indeks saham Asia akan menggungguli Eropa pada tahun mendatang.
Sedangkan dengan Eropa yang memasuki masa resesi, akan menyebabkan harga minyak merosot. Minyak mentah Brent rata-rata berada US$105 per barel tahun depan, tidak jauh berbeda dari rekor tertinggi tahun ini yang mendekati US$111.
"Namun demikian, kondisi geopolitik turut menjadi penyebab masalah harga minyak ini," kata konsultan JBC Energy, David Wech.
Ekonom HSBC Singapura, Leif Eskesen, memperkirakan China pada tahun mendatang justru tidak akan aktif dalam menggenjot perekonomiannya, kecuali pertumbuhan jatuh tajam hingga di bawah delapan persen. Pun, pada India yang akan mengendurkan kebijakan moneternya pada pertengahan 2012 nanti.
"Ke depan, perekonomian menghadapi efek pengetatan moneter," katanya. (eh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar