KOMPAS.com — Anda penasaran melakukan tes sperma, tapi malu datang ke dokter atau lab? Pada masa mendatang, melakukan tes sperma sendiri di rumah bukan suatu hal mustahil. Para ahli di Belanda menawarkan solusi dengan menciptakan alat uji kesuburan pria praktis yang bisa dilakukan di rumah.
Loes Segerink dan timnya di Institut MESA+ untuk nanoteknologi, Universitas Twente, Enschede, Belanda, mengembangkan suatu alat mini berukuran 10 cm yang dapat melakukan pengujian sperma dalam hitungan detik. Alat itu ibaratnya "lab dalam sebuah chip".
Harus diakui, alat tersebut memang berguna. Akan tetapi, muncul pertanyaan soal etika penggunaan alat itu jika tanpa mendapatkan masukan dari profesional. Pasalnya, metode penghitungan manual yang diandalkan saat ini selalu disertai konsultasi pakar atau dokter. Dikhawatirkan, tanpa konsultasi, alat tersebut malah bisa merugikan.
Umumnya, pria agak malu untuk mengecek kualitas spermanya selain prosedurnya, analisisnya pun memakan waktu lama di laboratorium. Analisis sperma hasil ejakulasi harus dimulai pada jam yang sama. Artinya, kecuali sang pasien itu bertetangga dengan klinik kesuburan, ia tak bisa menyiapkan sampel sperma dari rumah dan harus langsung "memproduksi" di lab itu juga. Setelah sampel diserahkan kepada lab, butuh waktu cukup lama untuk melakukan metode penghitungan manual.
"Dengan sistem kami, kami bisa memecahkan masalah tersebut," kata Segerink.
Menurut dia, chip temuannya cuma perlu 12 detik untuk mengeluarkan hasil dan derajat kemungkinan kesalahannya sama dengan metode penghitungan manual. Alat itu bisa saja dipakai di pusat kesuburan rumah sakit, tetapi juga bisa diadaptasi sehingga ada variasi yang murah dan praktis sehingga bisa dipakai di rumah.
Di lain pihak, Michael Dunn, peneliti etika kesehatan Universitas Oxford, menyatakan kekhawatiran. "Ada risiko bagi sang pasien jika mereka tak diberikan informasi yang relevan tentang dampak hasil positif kemandulannya," ujarnya.
Artinya, kalau saja hasilnya ternyata pasien itu mandul, ia harus diberikan informasi yang tepat sehingga tak salah persepsi.
Alat-alat penguji kesehatan seperti itu kini makin dibutuhkan. Contoh lainnya adalah Hywel Morgan dan para mitranya dari Universitas Southhampton yang mengembangkan alat yang lebih praktis untuk menguji infeksi virus dan anemia hanya dari setitik darah.
"Alat seperti ini memungkinkan pendistribusian layanan kesehatan ke masyarakat luas," kata Morgan, "Namun, kalau Anda sedang mendiagnosis penyakit, hasil (uji dari alat) harus ditangani dengan tepat."
"Kalaupun teknologinya sudah siap dipasarkan, kesiapan masyarakat masih menjadi masalah," tandas Morgan. (C17-09)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar