Bumi berputar pada porosnya menciptakan siang dan malam. Namun, ada ketakutan putaran poros Bumi itu tidak stabil. Lalu akankah panjangnya waktu dalam satu hari bertambah?
Teori mengenai pergerakan Bumi yang mengelilingi Matahari dan berputar pada porosnya baru terpublikasi pada 1543 lewat buku yang ditulis Nicolaus Copernicus. Dalam bukunya, Copernicus mengungkapkan teori-teori yang menyatakan bahwa Matahari merupakan pusat tata surya kita. Sebelumnya, ahli astronomi asal Italia itu tidak berani mengungkapkan teorinya karena bertentangan degan pendapat pemegang kekuasaan saat itu. Tiga puluh tahun kemudian, ia baru berani mempublikasikan teori-teori yang menyatakan Bumi bukanlah pusat tata surya.
Pada awalnya, banyak orang tidak sependapat dengan Copernicus. Pasalnya, keyakinan bahwa Bumi merupakan pusat tata surya telah ada sejak zaman Yunani Kuno. Saat itu, keyakinan mengenai hal tersebut “dibuktikan” dengan apa yang dilihat banyak orang, yaitu Matahari bergerak dari timur ke barat. Untuk mematahkan anggapan kebanyakan orang itu, Copernicus pun memberikan bukti-bukti yang dapat dipertanggungjawabkan. Teorinya itu juga ia dukung dengan berbagai data. Ia mengatakan terjadinya siang malam bukan disebabkan Matahari bergerak mengelilingi Bumi, melainkan Bumi berputar pada porosnya (rotasi). Bumi pun tidak diam melainkan berputar mengelilingi Matahari sehingga terciptalah “waktu” satu tahun untuk satu putaran mengelilingi Matahari (revolusi). Sekitar 70 tahun kemudian, teori yang dikemukakan Copernicus itu akhirnya diyakini banyak orang. Hingga kini, secara umum, teori itulah yang dipakai untuk menjelaskan banyak hal terkait beberapa peristiwa astronomi, seperti terjadinya siang dan malam.
Apabila pada era Copernicus rotasi Bumi hanya dihitung sebagai satu siang dan satu malam tanpa memedulikan berapa panjang waktunya, kini satu putaran Bumi pada porosnya terhitung menghabiskan waktu 23 jam 56 menit 4 detik. Setidaknya, perhitungan itu diyakini banyak orang. Kini, dengan menggunakan jam atom, tiap milidetik waktu yang diperlukan Bumi berotasi dapat dihitung. Dari situlah akhirnya diketahui ternyata rotasi Bumi dari waktu ke waktu semakin melambat.
Thomas Djamaluddin, pakar astronomi dan astrofisika dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menyatakan waktu yang dibutuhkan Bumi berotasi saat ini jauh lebih lama dibandingkan dengan masa-masa awal terbentuknya Bumi. “Sekitar 620 juta tahun lalu, satu hari di Bumi membutuhkan waktu sekitar 22 jam. Hal itu diketahui dari data-data geologi dan astronomi yang ada,” ujar Thomas. Semakin Melambat Dari perhitungan astronomis diketahui rotasi Bumi melambat pada tingkat 0,005 detik per tahun. Perhitungan itu menghasilkan kesimpulan bahwa Bumi memerlukan waktu berotasi selama 14 jam pada 4,6 miliar tahun lalu. Jumlah yang juga jauh lebih sedikit dibandingkan dengan angka sebelumnya yang diutarakan Thomas, yaitu 22 jam pada jutaan tahun lalu. Angka yang lebih mengejutkan lagi adalah 6 jam untuk satu kali rotasi Bumi pada awal pembentukan Bumi. Tidak heran kalau dibandingkan dengan kecepatan rotasi pada saat itu yang mencapai 6.400 kilometer per jam. Bandingkan dengan kecepatan rotasi Bumi yang kini tercatat 1.600 kilometer per jam. Masih dari perhitungan-perhitungan astronomis, didapatkan angka bahwa Bumi dalam satu harinya berotasi melambat 1 hingga 3 milidetik. Apabila dihitung-hitung, setiap 100 tahun, waktu rotasi Bumi dalam satu harinya bertambah lama 30 detik sampai 2 menit. Penambahan waktu itu mengakibatkan pada tahun-tahun tertentu saat hendak berganti tahun, para ilmuwan sepakat menambah waktu. Pada 2005 misalnya, saat itu di penghujung 31 Desember 2005 waktu ditambahkan satu detik sebelum memasuki 1 Januari 2006. Hal itu dilakukan untuk menyesuaikan penentuan waktu menggunakan jam atom dengan perhitungan rotasi Bumi. Penambahan waktu atau dikenal pula dengan lompatan waktu itu dilakukan agar semua perhitungan waktu di dunia sama. Hal itu terkait erat dengan banyak hal, seperti telekomunikasi dan jadwal transportasi. Penambahan waktu itu dilakukan sejak tahun 1972 berdasarkan kesepakatan internasional tentang penetapan waktu dunia. Tercatat, antara tahun 1972 hingga 1983, waktu ditambahkan satu detik per tahunnya. Agar terus sesuai, pengurangan waktu juga dilakukan pada pertengahan ‘80-an dan ‘90-an.
Menurut Thomas, perubahan kecepatan rotasi Bumi yang berpengaruh terhadap lama waktu dalam satu hari di Bumi disebabkan faktor luar Bumi (eksternal). Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa perubahan kecepatan rotasi Bumi disebabkan karena Bumi semakin berat. Namun, kata Thomas, anggapan itu tidak teruji. Satu-satunya massa yang menambah berat Bumi dari luar adalah batu-batuan luar angkasa yang jatuh ke Bumi. “Itu juga tidak terlalu memberatkan Bumi hingga bisa menyebabkan rotasi Bumi melambat,” ujarnya. Lebih lanjut Thomas mengatakan perubahan kecepatan rotasi Bumi yang kian melambat disebabkan efek pasang surut bulan terhadap Bumi. Hal itu terkait erat dengan pengaruh gaya tarik Bumi dengan Bulan. Efek yang sama membuat Bulan semakin menjauh dari Bumi. Karena semakin jauh itulah, Bulan mengitari Bumi lebih lama. Apabila kondisinya terus berlangsung seperti itu, dalam waktu ratusan juta tahun ke depan, akhirnya Bumi dan Bulan akan sinkron. Artinya, saat hal itu terjadi, waktu satu hari di Bumi akan sama dengan putaran Bulan mengelilingi Bumi. Tidak heran, jika saat itu tiba bulan hanya akan tampak di satu wilayah Bumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar