Rumah Murah Bersubsidi
Pemerintah segera mengetatkan aturan pembelian rumah bagi masyarakat menengah ke bawah yang mendapatkan subsidi pemerintah. Salah satunya wajib menunjukkan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan).
“Verifikasinya (pembelian rumah) nanti harus menunjukkan NPWP dan SPT, karena dulu banyak yang pinjam KTP dan struk gaji orang lain untuk dapatkan hunian subsidi pemerintah,” ujar Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Suharso Manoarfa di kantornya kemarin. Hal itu akan diberlakukan mulai 1 Juli nanti, setelah Peraturan Menteri Keuangan nomor 73 keluar.
Dengan Peraturan itu, lanjut Suharso, bukan lagi harga rumah yang dipatok, tetapi daya beli sesesorang yang akan dipatok. Misalkan, sesuai aturan, sekarang sesorang dianggap masuk dalam ketegori masyarakat menengah ke bawah jika penghasilannya di bawah Rp 4,5 juta per bulan. “Jadi harga rumah yang bisa dibeli adalah sepertiga gaji atau Rp 1,5 juta kali 120 kali (masa cicilan) yaitu Rp 180 juta,” tuturnya.
Namun, bisa jadi batasan kategori masyarakat menengah ke bawah semakin tinggi. Seiring tumbuhnya perekonomian, bisa saja seorang yang mendapatkan subsidi pemerintah jika berpendapatan di bawah Rp 6 juta per bulan. Artinya, nilai rumah yang bisa dibeli adalah sepertiga gajinya atau Rp 2 juta dikalikan 120 kali. “Itukan sudah Rp 240 juta,” tuturnya.
Suharso juga berkomitmen menyediakan bunga murah sekitar 8 persen per tahun. Bantuan bunga murah itu membantu masyarakat menengah ke bawah mengalokasikan dana untuk mengangsur setiap bulannya kurang dari Rp1 juta untuk harga rumah Rp 200 juta.
Suharso menjelaskan, pemberlakuan kewajiban menyertakan NPWP dan SPT Pajak itu dilakukan untuk mengurangi banyaknya spekulan rumah atau apartemen bersubsidi. Saat ini, banyak investor yang dengan sengaja memalsukan data-datanya untuk mendapatkan hunian murah karena disubsidi pemerintah. “Setelah itu kan banyak yang disewakan, dikontrakkan, atau dijadikan kos-kosan saja,” ungkapnya.
Menanggapi kebijakan baru Menpera, pengamat perumahan Ali Tranghanda mengatakan, dana subsidi memang harus tetap dipertahankan karena menjadi kewajiban pemerintah seandainya sebagian besar pendapatan masyarakat belum mampu membeli rumah.
Justru dia melihat kalau harga rumah tidak ada batasan maka akan rawan penyimpangan.”Jika berapa pun harga rumah akan mendapat fasilitas dana murah maka hanya pengembang yang diuntungkan dan masyarakat dengan penghasilan Rp2,5 juta semakin sulit mendapatkan rumah,” ujarnya.
Ali mengatakan, pemerintah seharusnya tetap menyediakan fasilitas subsidi yang dipergunakan untuk uang muka agar tidak memberatkan saat membeli rumah plus kredit program. “Saya melihat keduanya dapat jalan berbarengan apalagi ketentuan di BI mensyaratkan adanya keharusan menyediakan uang muka agar debitur dapat diikat,” ujarnya. (sumber : jawapos.co.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar