Diskusi krisis Eropa sudah dimulai sejak pidato pembukaan WEF 2012 oleh Kanselir Jerman
Lokasi pertemuan Forum Ekonomi Dunia 2012 di Davos, Swiss
Forum Ekonomi Dunia (WEF) yang tiap tahun digelar di Davos-Klosters, Swiss, membahas sejumlah tema yang bisa dikategorikan dengan: globalisasi, demokrasi, manajemen dan kepemimpinan, tren global termasuk digital media, hasil survei isu terkait ekonomi, bisnis dan kesejahteraan serta isu kesejahteraan dan seni.
Tema-tema besar itu kembali bahasan pokok pada WEF 2012, yang berlangsung 25-29 Januari. Namun, secara spesifik, forum kali ini didominasi oleh pembicaraan soal utang di zona euro, yang telah menyebabkan krisis ekonomi Eropa.
Dari sisi titik berat bahasan geografi, China dan Asia juga menjadi tema menarik dalam beberapa tahun terakhir, juga AS saat krisis keuangan tahun 2006. “Selalu tema yang sama, konklusi yang sama, misalnya pentingnya soal pendidikan dan jaminan sosial bagi rakyat. Kali ini yang membedakan adalah ada krisis Eropa,” kata Sehat Sutardja, Chairman dan pendiri Marvell Technology, perusahaan semikonduktor yang berbasis di Lembah Silikon, California, AS.
Diskusi soal krisis Eropa sudah dimulai sejak pidato pembukaan WEF yang menghadirkan Kanselir Jerman Angela Merkel. Pidato itu sangat ditunggu karena Jerman diharapkan memimpin Eropa keluar dari krisis Euro. Alih-alih menjawab keinginan publik di WEF, Kanselir Merkel justru dianggap mengecewakan.
Dia menyatakan, Jerman menolak menjadi pemimpin dalam solusi krisis Euro, termasuk dengan menyuntik dana memperkuat mata uang Euro sebagaimana disarankan Dana Moneter Internasional (IMF). Lembaga keuangan moneter itu menyarankan agar Jerman membantu menyuntik dana senilai 500 miliar Euro agar mata uang itu tidak terpuruk.
Merkel menjawabnya dengan, “Jerman tentu merasa solider, tetapi berharap negara anggota punya inisiatif sendiri.” Sikap Merkel kontan mendapat kritikan langsung dari Perdana Menteri Inggris David Cameron yang juga berbicara dalam sesi khusus di WEF.
“Uni Eropa dan krisis mata uangnya hanya bisa diatasi jika ada kebijakan yang radikal, berani dan fokus kepada penanganan utang,” kata Cameron di depan 600an peserta di Congress Hall, ruang utama di Congress Center. “Lakukan langkah berani dalam deregulasi, membuka pasar tunggal juga dalam inovasi dan perdagangan,” kata Cameron.
Dia mengkritik keras proposal Jerman soal pajak. Kritik yang sama datang dari investor George Soros. Menurutnya, kalau Jerman keras kepala, maka mata uang Euro akan terus meluncur, jatuh. Tak kurang dari 10 sesi terkait krisis Eropa dibahas di WEF 2012. Mulai dari “Membangun Kembali Eropa”, “Memikirkan Kermbali Peran Komisi Eropa dan Dewan Eropa”, sampai “Masa Depan Eurozone”.
Keras Kepala
Inggris sejak awal tidak bergabung dengan mata uang tunggal. Saat kebijakan ini dirumuskan, mantan Perdana Menteri Inggris Margareth Thatcher menolak dengan alasan sebuah negara harus bisa berdaulat atas mata uangnya. PM Thatcher dianggap keras kepala saat itu, dan bahkan ditentang koleganya dari Partai Konservatif.
Sikap ini menuai mosi tidak percaya yang membuatnya lengser dari kursi PM. Film “Iron Lady” yang diangkat dari biografi Margareth Thatcher dan tengah diputar di bioskop di Indonesia menggambarkan debat saat itu. Terbukti kini, Thatcher memiliki dasar yang kuat atas keputusannya menolak mata uang tunggal Eropa.
Tema-tema besar itu kembali bahasan pokok pada WEF 2012, yang berlangsung 25-29 Januari. Namun, secara spesifik, forum kali ini didominasi oleh pembicaraan soal utang di zona euro, yang telah menyebabkan krisis ekonomi Eropa.
Dari sisi titik berat bahasan geografi, China dan Asia juga menjadi tema menarik dalam beberapa tahun terakhir, juga AS saat krisis keuangan tahun 2006. “Selalu tema yang sama, konklusi yang sama, misalnya pentingnya soal pendidikan dan jaminan sosial bagi rakyat. Kali ini yang membedakan adalah ada krisis Eropa,” kata Sehat Sutardja, Chairman dan pendiri Marvell Technology, perusahaan semikonduktor yang berbasis di Lembah Silikon, California, AS.
Diskusi soal krisis Eropa sudah dimulai sejak pidato pembukaan WEF yang menghadirkan Kanselir Jerman Angela Merkel. Pidato itu sangat ditunggu karena Jerman diharapkan memimpin Eropa keluar dari krisis Euro. Alih-alih menjawab keinginan publik di WEF, Kanselir Merkel justru dianggap mengecewakan.
Dia menyatakan, Jerman menolak menjadi pemimpin dalam solusi krisis Euro, termasuk dengan menyuntik dana memperkuat mata uang Euro sebagaimana disarankan Dana Moneter Internasional (IMF). Lembaga keuangan moneter itu menyarankan agar Jerman membantu menyuntik dana senilai 500 miliar Euro agar mata uang itu tidak terpuruk.
Merkel menjawabnya dengan, “Jerman tentu merasa solider, tetapi berharap negara anggota punya inisiatif sendiri.” Sikap Merkel kontan mendapat kritikan langsung dari Perdana Menteri Inggris David Cameron yang juga berbicara dalam sesi khusus di WEF.
“Uni Eropa dan krisis mata uangnya hanya bisa diatasi jika ada kebijakan yang radikal, berani dan fokus kepada penanganan utang,” kata Cameron di depan 600an peserta di Congress Hall, ruang utama di Congress Center. “Lakukan langkah berani dalam deregulasi, membuka pasar tunggal juga dalam inovasi dan perdagangan,” kata Cameron.
Dia mengkritik keras proposal Jerman soal pajak. Kritik yang sama datang dari investor George Soros. Menurutnya, kalau Jerman keras kepala, maka mata uang Euro akan terus meluncur, jatuh. Tak kurang dari 10 sesi terkait krisis Eropa dibahas di WEF 2012. Mulai dari “Membangun Kembali Eropa”, “Memikirkan Kermbali Peran Komisi Eropa dan Dewan Eropa”, sampai “Masa Depan Eurozone”.
Keras Kepala
Inggris sejak awal tidak bergabung dengan mata uang tunggal. Saat kebijakan ini dirumuskan, mantan Perdana Menteri Inggris Margareth Thatcher menolak dengan alasan sebuah negara harus bisa berdaulat atas mata uangnya. PM Thatcher dianggap keras kepala saat itu, dan bahkan ditentang koleganya dari Partai Konservatif.
Sikap ini menuai mosi tidak percaya yang membuatnya lengser dari kursi PM. Film “Iron Lady” yang diangkat dari biografi Margareth Thatcher dan tengah diputar di bioskop di Indonesia menggambarkan debat saat itu. Terbukti kini, Thatcher memiliki dasar yang kuat atas keputusannya menolak mata uang tunggal Eropa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda Tentang Artikel diatas?
Silakan komentarnya, Terima Kasih