Jumat, 05 November 2010

Semeru Mulai Bergolak | Anak Krakatau Kian Berbahaya



Yogyakarta, Aktivitas beberapa gunung berapi di Indonesia bergantian menunjukkan kekuatannya. Belum turun erupsi besar Gunung Merapi, lalu keluar gas beracun di Gunung Anak Krakatau Kamis (3/11), kemarin (4/11) giliran Gunung Semeru, Jatim, mulai bergolak.

Gunung Semeru

Sekitar pukul 06.15, warga yang tinggal di lereng Semeru dikejutkan dengan guguran awan panas atau wedhus gembel yang meluncur hingga 4 kilometer. Menurut kepala Pos Pengamatan Gunung Semeru, Suparno, wedhus gembel itu terlihat meluncur ke arah Besuk Bang, Dusun Rowobaung Desa/Kecamatan Pronojiwo. “Memang tadi pagi ada awan panas sejauh empat ribu meter dari puncak Semeru,” ujarnya.

Namun, kata dia, wedhus gembel itu bukan disebabkan keluar dari kawah, melainkan dari lidah lava yang longsor. Guguran awan panas tersebut memperlihatkan asap tebal dan pekat yang mengarah ke sisi tenggara Gunung Semeru. Gara-gara wedhus gembel tersebut, hutan yang berada di sekitar Besuk Bang tertutup abu vulkanis berwarna abu-abu.

Diakui Suparno, aktivitas Gunung Semeru ada peningkatan. Bahkan, guguran awan panas itu baru kali pertama terjadi sejak 2008. “Jika lava pijar dan lidah lava sudah sering dan biasa. Namun, jika guguran awan panas baru sekali ini,” jelas Suparno.

Karena itu, pihaknya akan segera melaporkan kejadian tersebut kepada Badan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) di Bandung. “Kami akan melaporkan situasi terakhir. Soal status Semeru, pusat yang menentukan. Yang jelas, sampai kemarin status Semeru masih waspada atau di level dua,” jelasnya.

Aktivitas lebih berbahaya kemarin terlihat di Gunung Merapi. Ini setelah Merapi terus-menerus meletus selama lebih dari 24 jam. Suara dentuman terus terdengar, namun secara visual Merapi sama sekali tak terpantau. Menurut Kepala PVMBG, Surono, Merapi tak berhenti meletus sejak Rabu (3/11) lalu. “Sejak pukul 11.00 kemarin (Rabu, 3/11), hingga kini (kemarin pukul 20.00), Merapi masih terus meletus. Lebih dari 24 jam,” kata Surono tadi malam.

Suasana di sisi selatan puncak Merapi (sisi Sleman, tempat Jawa Pos memantau) kemarin memang sangat mencekam. Pagi kemarin, visual sempat terlihat dan terlihat awan panas yang membumbung setinggi 8 kilometer. Namun, kemudian tertutup awan dan kabut. Visual yang lebih jelas terlihat dari sisi Timur, dari sisi Klaten.

Di sana terlihat puncak Merapi, dengan awan panas yang sangat membumbung tinggi seperti ular raksasa. Hujan abu dilaporkan jauh sehingga Tasikmalaya. Karena letusan yang terus-menerus, suasana di sisi Selatan sangat gelap. Sekitar pukul 14.00, suasana sudah seperti pukul 18.00. Hujan cukup deras, dan ditambah kabut membuat visual Merapi sama sekali tidak terlihat. Yang terdengar hanya suara dentuman dan gemuruh dari arah puncak Merapi.

Seismograf terus menunjukkan aktivitas yang signifikan, petugas pemantau yang berada sekitar 10 km dari puncak Merapi pun pelan-pelan mundur teratur. Sekitar pukul 16.30, semua petugas pemantau bahkan sudah turun hingga sejauh 20 km. Karena itu, lanjut Surono, pihaknya hanya bisa mengamati dan kemudian membentuk parimeter aman. “Kami tak mau ambil risiko. Sejauh ini, perimeter aman masih 15 km,” tuturnya. Penentuan 15 km ini dari perkiraan kemungkinan awan panas Merapi paling jauh menjangkau dalam letusan kali ini.

Selain itu, meningkatnya volume air di Kali Kuning dan Kali Gendol akan akan membuat material vulkanik meluber dan tak tertampung di sungai yang ada. Dari pantauan Jawa Pos, Kali Kuning yang biasanya jarak antara atas dam dengan permukaan air setinggi 6 meter, kini hanya berjarak tak lebih dari dua meter. Selain itu, dilaporkan pula sejumlah ikan di Kali Code sudah banyak yang mati karena belerang Merapi sudah mulai memasuki Kali Code.

Meningkatnya aktivitas Merapi tersebut juga membuat satu barak pengungsian kembali dikosongkan, satu barak pengungsian diundurkan, dan satu barak pengungsian baru dibuka. Barak yang dikosongkan adalah Kepuharjo, yang berjarak sekitar 8 km dari Puncak Merapi. Sejatinya, barak Kepuharjo ini belum pernah kena aliran awan panas atau pun bahkan hujan abu. Namun, mengingat jarak aman sudah dimundurkan hingga 15 km dan meningkatnya aktivitas Merapi, barak yang berisi 1.500 pengungsi tersebut dikosongkan.

Barak yang dimundurkan adalah barak pengungsi Glagaharjo. Sementara barak baru yang ditempati adalah Barak Pengungsi di Gedung kampus UII (Universitas Islam Indonesia), yang berjarak sekitar 20 km dari puncak Merapi. Sementara itu, barak pengungsian desa Wukirsari kemarin menjadi sangat overload. Barak dengan daya tamping 2.000 orang tersebut kemarin disesaki hingga sekitar 5.200-an pengungsi. “Kondisinya memang sangat darurat,” kata koordinator relawan Satgana-Cakra PMI, Suranto.

Hanya, Surono tetap juga belum bisa memprediksi tren letusan Merapi 2010 kali ini. “Terlalu banyak variabel yang belum bisa kami hitung. Bagaimana energy potensialnya, sejauh apa kekuatan vulkanik yang terjadi di Merapi saat ini. Namun, saya memastikan, energinya cukup berkuran karena letusan yang terus menerus lebih dari sehari ini,” tuturnya. Yang jelas, Surono mengatakn dirinya belum bisa memperkirakan apakah letusan kemarin ini merupakan puncaknya, atau justru malah menuju puncak. “Segala kemungkinan masih bisa terjadi,” imbuhnya.

Selain ketinggian asap diperkirakan mencapai 4 kilometer, hujan abu terus mengarah ke Kabupaten Magelang. “Paling parah memang di kabupaten Magelang. Hingga sore ini masih terjadi,” katanya. Hujan yang mengguyur kawasan Magelang sepanjang hari kemarin membuat arus sungai yang berhulu di Gunung Merapi terjadi banjir lahar dingin. Seperti di Kali Blongkeng, Krasak, Bebeng di Kabupaten Magelang.

“Arus airnya besar dan deras dengan warna kecokelatan, kelihatannya bercampur dengan lumpur dan abu,” kata warga Dusun Nglampung, Desa Pucanganom, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Ahmad Muslim. Banjir lahar dingin terbesar terjadi di Sungai Putih, yang melewati Kecamatan Dukun, Salam hingga Ngluwar Kabupaten Magelang. Sejak Kamis pagi, aliran sungai musiman ini berupa lumpur berwarna abu-abu dengan kekuatan aliran yang relatif deras. Selain membawa lumpur, aliran sungai juga membawa sampah kayu dan daun.

Hujan abu yang terjadi di Kabupaten dan Kota Magelang dua hari ini membuat seluruh pelosok wilayah itu tertutupi lumpur. Akibatnya, aktivitas warga nyaris lumpuh lantaran banyak yang memilih tinggal di rumah. Hampir tidak ada aktivitas di tempat-tempat umum. Pertokoan di jalan Jogja-Magelang, jalan Pemuda Muntilan dan Jalan Pemuda Kota Magelang tampak tutup.

Bahkan, pasar Muntilan pun tampak sepi, hanya sejumlah kios yang buka di pagi hari. Namun, menjelang siang mereka memilih menutup kiosnya. “Semua toko tutup, saya mau membeli makan saja susah mencari warung makan yang buka,” kata Hendri, warga Semarang yang bekerja di wilayah Muntilan, Kabupaten Magelang.

Anak Krakatau Juga Kian Berbahaya

Gunung Anak Krakatau

wihans.web.id – Yogyakarta, Aktivitas beberapa gunung berapi di Indonesia bergantian menunjukkan kekuatannya. Belum turun erupsi besar Gunung Merapi, lalu keluar gas beracun di Gunung Anak Krakatau Kamis (3/11), kemarin (4/11) giliran Gunung Semeru, Jatim, mulai bergolak.wihans.web.id – Yogyakarta, Aktivitas beberapa gunung berapi di Indonesia bergantian menunjukkan kekuatannya. Belum turun erupsi besar Gunung Merapi, lalu keluar gas beracun di Gunung Anak Krakatau Kamis (3/11), kemarin (4/11) giliran Gunung Semeru, Jatim, mulai bergolak.

Abu vulkanis dari letusan GAK tampak di dinding kaca dan lantai rumah warga di sepanjang Anyer, Carita, dan Kota Cilegon. “Sejak Rabu lalu (3/11) hingga hari ini, Kamis (4/11), di depan rumah saya banyak sekali debu berwarna hitam tebal di teras rumah,” kata warga Kecamatan Jombang, Kota Cilegon, Neti Herawati kepada media kemarin.

Neti mengungkapkan semula tak menyangka bahwa debu dan pasir berwarna hitam yang datang sejak dua hari lalu itu adalah debu letusan GAK. Namun, setelah berbicara dengan tetangga yang merasakan hal sama, akhirnya diperoleh kesimpulan, debu itu adalah debu GAK yang diterbangkan angin. “Awalnya, saya tidak menyangka bahwa itu debu dari GAK yang ditiup angin, dan ketika saya lihat teras tetangga juga sama,” jelasnya.

Terpisah, pengamat Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Serang Eko Widiantoro membenarkan bahwa debu berwarna hitam yang mendatangi permukiman warga di Kota Cilegon dan Serang tersebut berasal dari GAK yang sudah satu pekan statusnya waspada atau level II. Hal itu disebabkan debu dari letusan GAK diterbangkan angin yang belakangan kecepatannya di laut saat ini 25 knot, ditambah kecepatan angin di darat 15 knot. “Inilah kenapa debu hitam yang berasal dari asap perut GAK sampai di permukiman warga yang jaraknya mencapai 50 kilometer lebih,” paparnya.

Kecepatan angin di laut, kata dia, tinggi karena pada 1 November lalu terjadi siklus tropis anggrek dari sebelah barat Jawa. “Siklus inilah yang mengakibatkan angin kencang dan gelombang tinggi di Selat Sunda,” ujarnya.

Sementara itu, berdasar data seismograf Pos Pemantau GAK di Desa Pasauran, Cinangka, Kabupaten Serang, Banten, aktivitas kegempaan hingga kini mencapai 618 kali dan masih terus mengeluarkan gas beracun yang sangat berbahaya. “Vulkanis dalam 21, vulkanis dangkal 113, letusan 152, embusan 114, tektonik jauh 21, dan tremor 217 kali,” papar Kepala Pos Pemantau GAK di Cinangka Anton Tripambudi kemarin.
sumber : wihans.web.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana Menurut Anda Tentang Artikel diatas?
Silakan komentarnya, Terima Kasih