Yogyakarta, Aktivitas beberapa
gunung berapi di Indonesia bergantian menunjukkan kekuatannya. Belum
turun erupsi besar Gunung Merapi, lalu keluar gas beracun di Gunung Anak
Krakatau Kamis (3/11), kemarin (4/11) giliran Gunung Semeru, Jatim,
mulai bergolak.
Sekitar pukul 06.15, warga yang tinggal di lereng Semeru dikejutkan dengan guguran awan panas atau wedhus gembel yang meluncur hingga 4 kilometer. Menurut kepala Pos Pengamatan Gunung Semeru, Suparno, wedhus gembel itu terlihat meluncur ke arah Besuk Bang, Dusun Rowobaung Desa/Kecamatan Pronojiwo. “Memang tadi pagi ada awan panas sejauh empat ribu meter dari puncak Semeru,” ujarnya.
Namun,
kata dia, wedhus gembel itu bukan disebabkan keluar dari kawah,
melainkan dari lidah lava yang longsor. Guguran awan panas tersebut
memperlihatkan asap tebal dan pekat yang mengarah ke sisi tenggara
Gunung Semeru. Gara-gara wedhus gembel tersebut, hutan yang berada di
sekitar Besuk Bang tertutup abu vulkanis berwarna abu-abu.
Diakui
Suparno, aktivitas Gunung Semeru ada peningkatan. Bahkan, guguran awan
panas itu baru kali pertama terjadi sejak 2008. “Jika lava pijar dan
lidah lava sudah sering dan biasa. Namun, jika guguran awan panas baru
sekali ini,” jelas Suparno.
Karena
itu, pihaknya akan segera melaporkan kejadian tersebut kepada Badan
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) di Bandung.
“Kami akan melaporkan situasi terakhir. Soal status Semeru, pusat yang
menentukan. Yang jelas, sampai kemarin status Semeru masih waspada atau
di level dua,” jelasnya.
Aktivitas
lebih berbahaya kemarin terlihat di Gunung Merapi. Ini setelah Merapi
terus-menerus meletus selama lebih dari 24 jam. Suara dentuman terus
terdengar, namun secara visual Merapi sama sekali tak terpantau.
Menurut Kepala PVMBG, Surono, Merapi tak berhenti meletus sejak Rabu
(3/11) lalu. “Sejak pukul 11.00 kemarin (Rabu, 3/11), hingga kini
(kemarin pukul 20.00), Merapi masih terus meletus. Lebih dari 24 jam,”
kata Surono tadi malam.
Suasana
di sisi selatan puncak Merapi (sisi Sleman, tempat Jawa Pos memantau)
kemarin memang sangat mencekam. Pagi kemarin, visual sempat terlihat
dan terlihat awan panas yang membumbung setinggi 8 kilometer. Namun,
kemudian tertutup awan dan kabut. Visual yang lebih jelas terlihat dari
sisi Timur, dari sisi Klaten.
Di
sana terlihat puncak Merapi, dengan awan panas yang sangat membumbung
tinggi seperti ular raksasa. Hujan abu dilaporkan jauh sehingga
Tasikmalaya. Karena letusan yang terus-menerus, suasana di sisi Selatan
sangat gelap. Sekitar pukul 14.00, suasana sudah seperti pukul 18.00.
Hujan cukup deras, dan ditambah kabut membuat visual Merapi sama sekali
tidak terlihat. Yang terdengar hanya suara dentuman dan gemuruh dari
arah puncak Merapi.
Seismograf
terus menunjukkan aktivitas yang signifikan, petugas pemantau yang
berada sekitar 10 km dari puncak Merapi pun pelan-pelan mundur teratur.
Sekitar pukul 16.30, semua petugas pemantau bahkan sudah turun hingga
sejauh 20 km. Karena itu, lanjut Surono, pihaknya hanya bisa mengamati
dan kemudian membentuk parimeter aman. “Kami tak mau ambil risiko.
Sejauh ini, perimeter aman masih 15 km,” tuturnya. Penentuan 15 km ini
dari perkiraan kemungkinan awan panas Merapi paling jauh menjangkau
dalam letusan kali ini.
Selain
itu, meningkatnya volume air di Kali Kuning dan Kali Gendol akan akan
membuat material vulkanik meluber dan tak tertampung di sungai yang
ada. Dari pantauan Jawa Pos, Kali Kuning yang biasanya jarak antara
atas dam dengan permukaan air setinggi 6 meter, kini hanya berjarak tak
lebih dari dua meter. Selain itu, dilaporkan pula sejumlah ikan di Kali
Code sudah banyak yang mati karena belerang Merapi sudah mulai
memasuki Kali Code.
Meningkatnya
aktivitas Merapi tersebut juga membuat satu barak pengungsian kembali
dikosongkan, satu barak pengungsian diundurkan, dan satu barak
pengungsian baru dibuka. Barak yang dikosongkan adalah Kepuharjo, yang
berjarak sekitar 8 km dari Puncak Merapi. Sejatinya, barak Kepuharjo
ini belum pernah kena aliran awan panas atau pun bahkan hujan abu.
Namun, mengingat jarak aman sudah dimundurkan hingga 15 km dan
meningkatnya aktivitas Merapi, barak yang berisi 1.500 pengungsi
tersebut dikosongkan.
Barak
yang dimundurkan adalah barak pengungsi Glagaharjo. Sementara barak
baru yang ditempati adalah Barak Pengungsi di Gedung kampus UII
(Universitas Islam Indonesia), yang berjarak sekitar 20 km dari puncak
Merapi. Sementara itu, barak pengungsian desa Wukirsari kemarin menjadi
sangat overload. Barak dengan daya tamping 2.000 orang tersebut kemarin
disesaki hingga sekitar 5.200-an pengungsi. “Kondisinya memang sangat
darurat,” kata koordinator relawan Satgana-Cakra PMI, Suranto.
Hanya,
Surono tetap juga belum bisa memprediksi tren letusan Merapi 2010 kali
ini. “Terlalu banyak variabel yang belum bisa kami hitung. Bagaimana
energy potensialnya, sejauh apa kekuatan vulkanik yang terjadi di
Merapi saat ini. Namun, saya memastikan, energinya cukup berkuran
karena letusan yang terus menerus lebih dari sehari ini,” tuturnya. Yang
jelas, Surono mengatakn dirinya belum bisa memperkirakan apakah
letusan kemarin ini merupakan puncaknya, atau justru malah menuju
puncak. “Segala kemungkinan masih bisa terjadi,” imbuhnya.
Selain
ketinggian asap diperkirakan mencapai 4 kilometer, hujan abu terus
mengarah ke Kabupaten Magelang. “Paling parah memang di kabupaten
Magelang. Hingga sore ini masih terjadi,” katanya. Hujan yang mengguyur
kawasan Magelang sepanjang hari kemarin membuat arus sungai yang
berhulu di Gunung Merapi terjadi banjir lahar dingin. Seperti di Kali
Blongkeng, Krasak, Bebeng di Kabupaten Magelang.
“Arus
airnya besar dan deras dengan warna kecokelatan, kelihatannya
bercampur dengan lumpur dan abu,” kata warga Dusun Nglampung, Desa
Pucanganom, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Ahmad Muslim. Banjir
lahar dingin terbesar terjadi di Sungai Putih, yang melewati Kecamatan
Dukun, Salam hingga Ngluwar Kabupaten Magelang. Sejak Kamis pagi,
aliran sungai musiman ini berupa lumpur berwarna abu-abu dengan
kekuatan aliran yang relatif deras. Selain membawa lumpur, aliran
sungai juga membawa sampah kayu dan daun.
Hujan
abu yang terjadi di Kabupaten dan Kota Magelang dua hari ini membuat
seluruh pelosok wilayah itu tertutupi lumpur. Akibatnya, aktivitas
warga nyaris lumpuh lantaran banyak yang memilih tinggal di rumah.
Hampir tidak ada aktivitas di tempat-tempat umum. Pertokoan di jalan
Jogja-Magelang, jalan Pemuda Muntilan dan Jalan Pemuda Kota Magelang
tampak tutup.
Bahkan,
pasar Muntilan pun tampak sepi, hanya sejumlah kios yang buka di pagi
hari. Namun, menjelang siang mereka memilih menutup kiosnya. “Semua
toko tutup, saya mau membeli makan saja susah mencari warung makan yang
buka,” kata Hendri, warga Semarang yang bekerja di wilayah Muntilan,
Kabupaten Magelang.
Anak Krakatau Juga Kian Berbahaya
wihans.web.id – Yogyakarta, Aktivitas beberapa
gunung berapi di Indonesia bergantian menunjukkan kekuatannya. Belum
turun erupsi besar Gunung Merapi, lalu keluar gas beracun di Gunung
Anak Krakatau Kamis (3/11), kemarin (4/11) giliran Gunung Semeru,
Jatim, mulai bergolak.wihans.web.id – Yogyakarta, Aktivitas beberapa
gunung berapi di Indonesia bergantian menunjukkan kekuatannya. Belum
turun erupsi besar Gunung Merapi, lalu keluar gas beracun di Gunung
Anak Krakatau Kamis (3/11), kemarin (4/11) giliran Gunung Semeru,
Jatim, mulai bergolak.
Abu
vulkanis dari letusan GAK tampak di dinding kaca dan lantai rumah
warga di sepanjang Anyer, Carita, dan Kota Cilegon. “Sejak Rabu lalu
(3/11) hingga hari ini, Kamis (4/11), di depan rumah saya banyak sekali
debu berwarna hitam tebal di teras rumah,” kata warga Kecamatan
Jombang, Kota Cilegon, Neti Herawati kepada media kemarin.
Neti
mengungkapkan semula tak menyangka bahwa debu dan pasir berwarna hitam
yang datang sejak dua hari lalu itu adalah debu letusan GAK. Namun,
setelah berbicara dengan tetangga yang merasakan hal sama, akhirnya
diperoleh kesimpulan, debu itu adalah debu GAK yang diterbangkan angin.
“Awalnya, saya tidak menyangka bahwa itu debu dari GAK yang ditiup
angin, dan ketika saya lihat teras tetangga juga sama,” jelasnya.
Terpisah,
pengamat Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Serang Eko
Widiantoro membenarkan bahwa debu berwarna hitam yang mendatangi
permukiman warga di Kota Cilegon dan Serang tersebut berasal dari GAK
yang sudah satu pekan statusnya waspada atau level II. Hal itu
disebabkan debu dari letusan GAK diterbangkan angin yang belakangan
kecepatannya di laut saat ini 25 knot, ditambah kecepatan angin di darat
15 knot. “Inilah kenapa debu hitam yang berasal dari asap perut GAK
sampai di permukiman warga yang jaraknya mencapai 50 kilometer lebih,”
paparnya.
Kecepatan
angin di laut, kata dia, tinggi karena pada 1 November lalu terjadi
siklus tropis anggrek dari sebelah barat Jawa. “Siklus inilah yang
mengakibatkan angin kencang dan gelombang tinggi di Selat Sunda,”
ujarnya.
Sementara
itu, berdasar data seismograf Pos Pemantau GAK di Desa Pasauran,
Cinangka, Kabupaten Serang, Banten, aktivitas kegempaan hingga kini
mencapai 618 kali dan masih terus mengeluarkan gas beracun yang sangat
berbahaya. “Vulkanis dalam 21, vulkanis dangkal 113, letusan 152,
embusan 114, tektonik jauh 21, dan tremor 217 kali,” papar Kepala Pos
Pemantau GAK di Cinangka Anton Tripambudi kemarin.
sumber : wihans.web.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda Tentang Artikel diatas?
Silakan komentarnya, Terima Kasih