Sarang burung walet yang dihasilkan dari goa bawah tanah di Bima,
Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, merupakan salah satu yang terbaik di
dunia, sehingga harganya tergolong tinggi.
Goa bawah tanah yang menjadi sarang burung walet (Colocalia spp) sejak lama dan berada dalam kepemilikan Pemkab Bima itu kandungan proteinnya termasuk tertinggi, kata eksportir sarang walet asal Surabaya, Benny Koesno, kepada ANTARA News.
Goa bawah tanah yang menjadi sarang burung walet (Colocalia spp) sejak lama dan berada dalam kepemilikan Pemkab Bima itu kandungan proteinnya termasuk tertinggi, kata eksportir sarang walet asal Surabaya, Benny Koesno, kepada ANTARA News.
Ditemui di restoran sarang walet terpadu pertama di Indonesia, “Nest
Village Restaurant & Store” di Mertasari, Sunset Road, Kuta, Bali,
disebutkan bahwa harga sarang walet kini yang terendah sekitar Rp10 juta
dan kualitas terbaik mencapai sekitar Rp20 juta per kilogram.
“Kami sejak lama menjalin kerjasama pengelolaan dan pemanenan sarang
walet di goa bawah tanah tersebut dengan Pemkab Bima,” kata eksportir
grup usaha King`s Nest tersebut.
Melalui grup usaha King`s Nest,
Benny Koesno yang merintis usaha sarang walet sejak 1995, setahun
kemudian hingga kini rutin mengekspor produknya ke China, Hongkong,
Amerika Serikat dan Singapura.
Didampingi penanggungjawab restoran tersebut, Donald Manoch, disebutkan
bahwa goa burung walet di Bima itu benar-benar berada di bawah tanah,
sehingga burung walet keluar-masuk melewati lobang goa di permukaan
tanah.
Sementara lingkungan sekitarnya berupa hutan yang masih
tergolong lestari, sehingga ribuan burung tersebut mudah mendapatkan
makanan dari alam yang mampu menghasilkan kandungan protein tinggi.
Sarang walet dari goa bawah tanah tersebut menjadi salah satu bahan
ramuan makanan dan minuman yang disajikan di Nest Village, selain dijual
di tokonya dalam bentuk olahan siap dimasak dengan label “King`s Nest”.
Ekspansi usaha restoran dan toko sarang walet tersebut dipadu dengan
tempat wisata yang menyediakan miniatur “rumah walet” dan proses
pengolahan sarang walet, di lokasi yang masih tergolong alami.
Bupati Bima, Ferry Zulkarnain ST, yang menjalin kerja sama dengan King`s
Nest, sempat mengunjungi rumah makan sarang walet terpadu di Kuta
tersebut.
Melalui rintisan usaha baru itu, Benny Koesno berharap
kelak akan mampu membangun kesan atau “brand image” bahwa sarang walet
merupakan produk Indonesia.
Hal itu mengingat selama ini produk
sarang walet lebih dikenal sebagai milik masyarakat Hongkong, padahal
sekitar 80 persen kebutuhan sarang walet dunia dipasok dari Indonesia.
Produksi sarang walet dari berbagai wilayah Indonesia, terutama kini
dari rumah-rumah walet yang tersebar di perkotaan maupun pedesaan,
diperkirakan mencapai 20 ton per bulan.
Eksportir dan pedagang
sarang burung walet pun bertebaran di berbagai daerah, bahkan di
Surabaya dan daerah Jatim lainnya mencapai puluhan orang/pengusaha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda Tentang Artikel diatas?
Silakan komentarnya, Terima Kasih