Cahaya adalah aspek dasar dari astronomi, tapi anehnya para astronom justru tak memiliki aturan pakem untuk mengukur tingkat keterangan. Nah, sebentar lagi ini akan berubah, karena ukuran skala terang kuno akan diperbaharui, sehingga sifat sebenarnya dari energi gelap juga bisa diketahui.
Lebih dari 2.000 tahun lalu, astronom asal Yunani, Hipparchus, menetapkan skala ranking terang bintang. Sekarang, para astronom masih memakai sistem itu, yaitu dengan mengukur tingkat terang dengan membandingkannya ke beberapa bintang referensi. Masalahnya, tingkat terang bintang-bintang referensinya saja tak diketahui dengan akurat, dan pengukurannya tidak sejalan dengan perkembangan teknologi pendeteksi.
Contohnya, pengukuran paling akurat untuk tingkat terang bintang Vega saja berasal dari tahun 70'an. 'Mengejutkan. Kemajuan di bidang itu (ukuran tingkat terang bintang) sangat kecil dalam beberapa dekade terakhir,' tutur Gary Bernstein dari Universitas Pennsylvania, Philadelphia.
Jejak supernova Tycho yang diamai dengan gelombang inframerah dan sinar-X dari teleskop Siptzer dan Chandra milik NASA serta teleskop di Observatorium Calar Alto Spanyol. Ini adalah sisa supernova atau ledakan bintang yang dilihat tahun 1572 oleh astronom Denmark, Tycho Brahe.
Untuk memecahkan masalah ini, tim di bawah pimpinan Mary Elizabeth Kaiser dari Universitas Johns Hopkins, Maryland, berencana untuk meluncurkan roket berteleskop untuk membuat pengukuran paling akurat untuk bintang-bintang referensi.
Roket berteleskop itu dinamakan ACCESS; kepanjangannya bisa diterjemahkan sebagai eksperimen kalibrasi warna absolut untuk bintang standar. Misi ini didanai oleh NASA dan akan siap diluncurkan dalam satu atau dua tahun untuk melakukan empat penerbangan suborbit. Penerbangan suborbit maksudnya menembus atmosfer bumi untuk beberapa menit, karena atmosfer itu mengganggu pengukuran.
Dalam penerbangan itu ACCESS akan mengukur tingkat terang empat bintang referensi, yaitu dua bintang paling terang, yakni Sirius dan Vega; dan dua lagi yang lebih redup. Tingkat presisi pengukuran kali ini dua kali lebih akurat dari pada pengukuran yang ada. Kemajuan ini dimungkinkan karena sensor teleskop dikalibrasi sebelum peluncuran dengan memakai cahaya buatan.
Hasil pengukuran ACCESS akan menjadi tolok ukur untuk pengukuran teleskop-teleskop lainnya. Dengan kemajuan ini maka tingkat terang supernova dan benda-benda ruang angkasa lainnya bisa diukur dengan lebih akurat.
Presisi ini juga akan menjadi kunci untuk menebak rahasia energi gelap, yaitu suatu benda misterius yang menyebabkan jagad raya makin cepat membesar. Keberadaan energi gelap ditetapkan pada tahun 1998 ketika para astronom menyadari bahwa supernova yang berada sangat jauh makin redup, yang artinya supernova itu lebih jauh dari perkiraan.
Para astronom masih tak mengetahui asal energi gelap. Energi gelap ini bisa saja berasal dari suatu kekuatan fundamental yang baru, atau mungkin ini berarti pengertian kita tentang gravitasi selama ini ada kekurangan. Untuk lebih memahami energi gelap, para peneliti mempelajari sejarah perluasan kosmis, dengan mencari variasi perubahan kecepatan perluasan selama ini. Hal ini memerlukan ukuran tingkat terang supernova yang lebih akurat untuk tiap zaman kosmis.
Anggota tim ACCESS, Adam Riess, dari Universitas Johns Hopkins, yang juga merupakan salah satu penemu energi gelap, mengatakan, kesalahan-kesalahan kecil bisa muncul ketika menggabungkan data tingkat terang dari teleskop-teleskop berbeda, sehingga para astronom bisa saja salah kaprah tentang percepatan perluasan itu. 'Bisa saja energi gelap disangka berubah seiring waktu, tapi padahal itu hanya akibat dari pengamatan dengan titik referensi yang berbeda-beda.'
Misi ACCESS akan membantu para astronom agar tak melakukan kesalahan ini. '(ACCESS) tidak mengukur energi gelap itu sendiri, tapi akan membantu membuat skala ukurannya lebih akurat.'
Lebih dari 2.000 tahun lalu, astronom asal Yunani, Hipparchus, menetapkan skala ranking terang bintang. Sekarang, para astronom masih memakai sistem itu, yaitu dengan mengukur tingkat terang dengan membandingkannya ke beberapa bintang referensi. Masalahnya, tingkat terang bintang-bintang referensinya saja tak diketahui dengan akurat, dan pengukurannya tidak sejalan dengan perkembangan teknologi pendeteksi.
Contohnya, pengukuran paling akurat untuk tingkat terang bintang Vega saja berasal dari tahun 70'an. 'Mengejutkan. Kemajuan di bidang itu (ukuran tingkat terang bintang) sangat kecil dalam beberapa dekade terakhir,' tutur Gary Bernstein dari Universitas Pennsylvania, Philadelphia.
Jejak supernova Tycho yang diamai dengan gelombang inframerah dan sinar-X dari teleskop Siptzer dan Chandra milik NASA serta teleskop di Observatorium Calar Alto Spanyol. Ini adalah sisa supernova atau ledakan bintang yang dilihat tahun 1572 oleh astronom Denmark, Tycho Brahe.
Untuk memecahkan masalah ini, tim di bawah pimpinan Mary Elizabeth Kaiser dari Universitas Johns Hopkins, Maryland, berencana untuk meluncurkan roket berteleskop untuk membuat pengukuran paling akurat untuk bintang-bintang referensi.
Roket berteleskop itu dinamakan ACCESS; kepanjangannya bisa diterjemahkan sebagai eksperimen kalibrasi warna absolut untuk bintang standar. Misi ini didanai oleh NASA dan akan siap diluncurkan dalam satu atau dua tahun untuk melakukan empat penerbangan suborbit. Penerbangan suborbit maksudnya menembus atmosfer bumi untuk beberapa menit, karena atmosfer itu mengganggu pengukuran.
Dalam penerbangan itu ACCESS akan mengukur tingkat terang empat bintang referensi, yaitu dua bintang paling terang, yakni Sirius dan Vega; dan dua lagi yang lebih redup. Tingkat presisi pengukuran kali ini dua kali lebih akurat dari pada pengukuran yang ada. Kemajuan ini dimungkinkan karena sensor teleskop dikalibrasi sebelum peluncuran dengan memakai cahaya buatan.
Hasil pengukuran ACCESS akan menjadi tolok ukur untuk pengukuran teleskop-teleskop lainnya. Dengan kemajuan ini maka tingkat terang supernova dan benda-benda ruang angkasa lainnya bisa diukur dengan lebih akurat.
Presisi ini juga akan menjadi kunci untuk menebak rahasia energi gelap, yaitu suatu benda misterius yang menyebabkan jagad raya makin cepat membesar. Keberadaan energi gelap ditetapkan pada tahun 1998 ketika para astronom menyadari bahwa supernova yang berada sangat jauh makin redup, yang artinya supernova itu lebih jauh dari perkiraan.
Para astronom masih tak mengetahui asal energi gelap. Energi gelap ini bisa saja berasal dari suatu kekuatan fundamental yang baru, atau mungkin ini berarti pengertian kita tentang gravitasi selama ini ada kekurangan. Untuk lebih memahami energi gelap, para peneliti mempelajari sejarah perluasan kosmis, dengan mencari variasi perubahan kecepatan perluasan selama ini. Hal ini memerlukan ukuran tingkat terang supernova yang lebih akurat untuk tiap zaman kosmis.
Anggota tim ACCESS, Adam Riess, dari Universitas Johns Hopkins, yang juga merupakan salah satu penemu energi gelap, mengatakan, kesalahan-kesalahan kecil bisa muncul ketika menggabungkan data tingkat terang dari teleskop-teleskop berbeda, sehingga para astronom bisa saja salah kaprah tentang percepatan perluasan itu. 'Bisa saja energi gelap disangka berubah seiring waktu, tapi padahal itu hanya akibat dari pengamatan dengan titik referensi yang berbeda-beda.'
Misi ACCESS akan membantu para astronom agar tak melakukan kesalahan ini. '(ACCESS) tidak mengukur energi gelap itu sendiri, tapi akan membantu membuat skala ukurannya lebih akurat.'
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda Tentang Artikel diatas?
Silakan komentarnya, Terima Kasih